0

Tabungan/Deposito



Tanya:
Gaji bulanan oleh perusahaan langsung dipotong 2,5% sebagai zakat. Take home pay kalau ada sisa ditabung, setelah terkumpul dijadikan deposito. Demikianlah berlangsung sampai tiba pensiun. Apakah tabungan tersebut wajib dizakati? Atau yang dizakati bagi-hasilnya saja ?

Jawab: Zakat profesi adalah diantaranya zakat yang ditunaikan melalui gaji bulanan dengan 2,5%. Adapun harta simpanan yang didapati dari sisa gaji dan disimpan dalam bentuk berupa emas, tabungan, deposito dan sebagainya jika memenuhi nishab dan cukup haul (setahun Hijriyah) maka wajib dizakati.

Adapun dalil kewajiban zakat tabungan/deposito sebagi berikut; Allah SWT mengecam orang yang sudah waktunya berzakat kemudian enggan berzakat dengan firman-Nya: “…dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak (termasuk tabungan/deposito) dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah (9): 34) “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (diantaranya dengan berzakat), Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 9-10) "Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik, bagitu juga hasil bumimu yang telah Kami keluarkan untukmu." (QS. Al-Baqarah (2): 267) "Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.

Apapun yang diusahakan oleh dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya di sisi Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui kegiatan apapun yang kamu kerjakan". (QS Al-Baqarah (2): 110) "Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara - saudaramu seagama. Dan kami menjelaskan ayat- ayat itu bagi kaum yang mengetahui". (QS At-Taubah (9): 11) "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS At Taubah (9): 103)

Bahkan Rasulullah bersabda: “Tiadalah bagi pemilik simpanan yang tidak menunaikan zakatnya, kecuali dibakar diatasnya di neraka jahanam” (HR. Bukhori) "Bila engkau memiliki 20 dinar emas (simpanan/tabungan) dan sudah mencapai satu tahun maka zakatnya setengah dinar (2,5%)". (HR Ahmad) “Tidak ada kewajiban zakat atas harta sehingga telah berlalu atasnya satu tahun” (HR. Abu Daud). "Dari Ibnu Abbas r.a ia berkata : Aku diberitahu oleh Abu Sufyan ra, lalu ia menyebutkan hadits Nabi saw, ia mengatakan : "Nabi saw menyuruh kita supaya mendirikan shalat, menunaikan zakat, silaturahmi (menghubungi keluarga) dan ifaf (yakni menahan diri dari perbuatan buruk)". (HR. Bukhari [II, 1993: 320]) "Dari abu Ayyub ra. bahwasanya seseorang berkata kepada Nabi saw: "beritakanlah kepadaku amal yang dapat memasukkan saya ke surga". Ia berkata: "Apakah itu, apakah itu ?" Nabi saw bersabda: "Apakah keperluannya? kamu menyembah Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, kamu mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, dan menyambung keluarga silaturahmi". (HR. Bukhari).


Siapa yang mempunyai harta cukup nisab kemudian harta itu berkembang, baik karena keuntungan/ bagi hasil atau sebab lain seperti, warisan, hibah, gaji atau bonus, maka maka wajib zakat dan cukup haulnya. Ulama kontemporer seperti Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam kitabnya “Fiqh az-Zakat” menjelaskan zakat wajib dikeluarkan termasuk zakat tabungan jika sudah cukup nishabnya (85 gram emas) dan mencapai setahun (haul). Semua harta (termasuk tabungan) jika sudah berlalu satu tahun maka wajib zakat jika sudah cukup nishab 85 gram emas. Meskipun tahun lalu sudah berzakat tidak hanya bagi hasil saja. Sebab harta dizakati setiap tahunnya.


Demikian halnya apabila seseorang memiliki harta dan sudah 1 tahun mencapai nishab senilai 85gr emas atau > 25jt dalam wujud investasi/tabungan maka wajib untuk dizakati menurut mayoritas para imam Mazhab.
Dahulu, Rasulullah telah mewajibkan zakat emas dan perak, padahal Rasulullah pun tahu bahwa emas dan perak yang mereka miliki adalah dari hasil usaha mereka seperti perdagangan. Jika kita berfikiran bahwa kita tidak wajib mengeluarkan zakat emas/simpanan/tabungan dengan alasan bahwa kita sudah mengeluarkan zakat penghasilan kita, tentu Rasulullah pun tidak akan mewajibkan zakat emas dan perak, karena tentu zakat emas dan perak sendiri berasal dari hasil usaha mereka yang hasil usaha merekapun Rasulullah memerintahkan untuk dikeluarkan zakatnya. Contoh lain yang semisal dengannya adalah seseorang yang mempunyai tabungan yang sudah dikeluarkan zakatnya, apabila dari tabungan tersebut tahun berikutnya cukup nishab maka wajib atasnya berzakat 2,5%.

Contoh Simulasi Perhitungan zakat Tabungan/deposito Bapak Fulan :

A. Pemasukan Tabungan/deposito 2010 Pak Fulan Rp. 200.000.000,- Pendapatan lainnya/ bagi hasil Rp. 1.500.000,- Total : Rp. 201.500.000,- B. Nishab Nishab senilai emas 85 gram (harga emas sekarang @se- gram Rp. 300.000) = Rp. 25.500.000,- C. Zakatkah? Berdasarkan simulasi data pemasukan Pak Fulan tersebut, berarti bapak wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dikalikan jumlah total tabungan/deposito cukup haul. Jadi, zakat yang dikeluarkan sebesar: 2,5% x Rp. 201.500.000,- = Rp. 5.037.500,-

Al-hasil, berdasarkan penjelasan tersebut maka seluruh harta simpanan/tabungan/deposito yang sudah dimiliki selama satu tahun (haul) dan cukup nishabnya maka wajib zakat. Tahun lalu bapak Fulan berzakat, tahun inipun jika sudah mencukupi berzakat juga. Sebab, zakat tabungan diwajibkan jika sudah cukup nishab dan sudah haul. Nisab yaitu jumlah minimal harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Tetapi, kalau belum cukup nishab tidak wajib zakat. Adapun haul yaitu waktu wajib mengeluarkan zakat yang telah memenuhi nisabnya. Haul juga adalah syarat yang paling penting dalam zakat harta.(sa)

0

MENGGALANG POTENSI ZAKAT MELALUI UPZ MASJID

Berita Baznas

BAZNAS bersama Gerakan Memakmurkan Masjid (GMM) tengah menggiatkan pemberdayaan fungsi masjid untuk pengembangan kesejahteraan umat, terutama melalui UPZ Masjid.

Untuk mewujudkan standardisasi pengelolaan UPZ Masjid, BAZNAS mengadakan Pelatihan UPZ Masjid selama dua hari (17 - 18 Maret 2010). bertempat di Aula Sakinah, Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat. Pelatihan diikuti sekitar 40 orang peserta yang terdiri dari pengurus masjid di wilayah Jakarta.

Pelatihan UPZ Masjid dibuka secara resmi oleh H. Muchtar Zarkasyi, SH selaku Ketua Dewan Pertimbangan BAZNAS. Dihadiri oleh Ketua Komisi Pengawas BAZNAS Achmad Subianto yang sekaligus pemrakarsa GMM.

Muchtar Zarkasyi mengingatkan kepada BAZNAS dan UPZ Masjid agar melaksanakan sistem dan mekanisme pengelolaan zakat yang telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan peraturan pelaksananya. Ia mencontohkan, negeri jiran Malaysia yang jumlah penduduk muslimya sekitar 52 % bisa menghimpun dana zakat lebih besar dibanding Indonesia. Padahal potensi zakat di Indonesia menurut hasil penelitian mencapai Rp. 19 triliun dalam satu tahun. Di Malaysia, lembaga pengelola zakat, yaitu PPZ (di Kuala Lumpur) dibangun menjadi semacam BUMN yang kuat dan dipercaya masyarakat. Untuk itu, Muchtar Zarkasyi menggaris-bawahi pentingnya peran pemerintah dalam pengelolaan zakat.

Usai acara pembukaan pelatihan, dilakukan penyerahan SK UPZ BAZNAS - Masjid Agung Sunda Kelapa oleh Wakil Sekretaris Umum BAZNAS M. Fuad Nasar kepada pengelola UPZ MASK, dr. M. Fachrizal Achmad, M, Si, yang juga Direktur Rumah Sehat - Masjid Agung Sunda Kelapa, disaksikan oleh Ketua Dewan Pertimbangan dan Ketua Komisi Pengawas BAZNAS.

Pelatihan GMM bertujuan, (a) Dalam rangka memakmurkan masjid melalui UPZ sebagai Ujung tombak bagi kesejahteraan masyarakat, (b) Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang manajemen zakat dan masjid secara komprehensif, (c) Mewujudkan pengelola UPZ Masjid; amanah, transparan, dan profesional, (d) Mensosialisasikan UPZ Masjid kepada masjid seluruh Indonesia, dan (d) Menseragamkan seluruh masjid di Indonesia dengan menggunakan sistem TI (Teknologi Informasi) dan penggunaan rekening bank syariah.

Materi yang disampaikan dalam pelatihan meliputi; Fiqh Zakat, Gerakan Memakmurkan Masjid, Motivasi Amil Zakat. Manajemen Pengelolaan Zakat, Pembentukan UPZ Masjid, Tata Cara Penghimpunan ZIS, Tata Cara Penyaluran ZIS, Tata Cara Pelaporan UPZ Masjid, serta Pengelolaan ZIS melalui Sistem Informasi Zakat Ter-Integrasi. Pelatihan UPZ Masjid juga menghadirkan psikolog Hj. Elly Risman yang membawakan topik materi tentang Masjid sebagai Pusat Pembinaan Akhlak.

Pelatihan UPZ Masjid akan diselenggarakan BAZNAS sebanyak 3 (tiga) angkatan. (Mfns)

0

Membantu Biaya Kuliah Keponakan Apakah Sudah Termasuk Zakat



Assalamualaikum wr wb.

Pak Ustadz yang dimuliakan Allah,

Saya bekerja di luarnegeri dg pendapatan kurang lebih 14jt per bl.selama ini saya tidak sempat mengeluarkan zakat untuk para penerima zakat seperti yg disebutkan oleh islam.saya sangat ingin mengeluarkan zakat 2.5% seperti yg bapak jelaskan,tp..saya sedang banyak kebutuhan pokok yg belum bisa saya selesaikan spt membangun rumah tinggal kami dan membantu keluarga yg sangat membutuhkan biaya sekolah/kuliah.bagaimanakah hukum wajib zakat saya pak ustadz....

Jazakallah khairon atas jawabannya...

Ibu Linda

Jawaban

Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Ibu Linda yang super. Mudah-mudahan Allah senantiasa membimbing umat-Nya untuk menjalankan segala yang diperintahkan-Nya termasuk mengeluarkan zakat. Amin.

Konsep terpenting dari zakat pada intinya adalah bagaimana mendidik para aghniyaa (orang-orang kaya) agar mempunyai kepedulian dan tanggungjawab sosial terhadap mereka yang diuji Allah dengan kemiskinan. Supaya mereka tetap bersabar dalam penderitaan dan tidak terjebak godaan dunia yang dapat memaksakannya berpaling kepada kekufuran.

Firman Allah: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka, sesungguhnya doamu akan memberikan ketentraman jiwa kepada mereka (orang-orang yang berzakat itu) dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. At-Taubah: 109).


Membersihkan dalam ayat diatas memberi makna bahwa zakat dapat membersihkan hati orang-orang yang berzakat dari kekikiran dan cinta berlebihan terhadap harta benda. Karena cinta terhadap harta dan diri sendiri dapat bisa mengakibatkan seorang muslim jatuh ke jurang kehancuran. Mumpung masih ada waktu dan kesempatan untuk berzakat, keluarkanlah zakat insya allah kita akan suci baik harta dan jiwa kita dari noda/kotoran.

Mengenai pertanyaan Ibu Linda bagaimanakah hukum wajib zakat sedangkan banyak kebutuhan pokok yg belum bisa diselesaikan seperti membangun rumah tinggal dan membantu keluarga yg sangat membutuhkan biaya sekolah/kuliah?

Untuk menjawab tentang kebutuhan membangun rumah perlu kita ingat, bahwa kewajiban zakat adalah langsung dari Allah wajib hukumnya ditunaikan jika sudah cukup nishabnya mumpung masih diberi kesempatan rizki dan usia. Jika ditunda, khawatir sifat malas dan kikir menunaikan zakat kita terjangkit. Sedangkan membangun rumah adalah bisa dilakukan sewaktu-waktu atau kapan saja. Adapun mengenai membantu saudara(keponakan) jumhur ulama menjelaskan tidak termasuk dikategorikan berzakat. Tetapi dianggap berinfak dan bersedekah.

Ibu Linda yang dimulyakan Allah, kita harus bersyukur (dengan berzakat/sedekah) sebab mendapatkan pendapatan perbulan Rp. 14.000.000,-. ” Kalau dikali 12 bulan berarti pendapatan ibu setahun Rp. 168.000.000,- (berarti melebihi nishab zakat). Sedangkan nishab pendapatan adalah jika pendapatan satu tahun lebih dari senilai 85gr emas (harga emas sekarang @se-gram Rp. 300.000) = 25.500.000. dan zakatnya dikeluarkan setahun sekali sebesar 2,5% setelah dikurangi kebutuhan pokok.


Firman Allah (yang artinya): "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS Ibrohim (14): 7). "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. Luqman (31): 13)

Untuk lebih jelas, mari kita simak conntoh Perhitungan zakat ibu:
A. Pemasukan

Pendapatan Total Ibu Linda

Rp. 14.000.000,-/bulan x 12 = Rp. 168.000.000,-
Hutang Rp. 8.000.000,-
Total Rp. 160.000.000,-

B. Nishab
Nishab senilai emas 85 gram (harga emas sekarang @se-gram Rp. 300.000) = Rp. 25.500.000,-

C. Zakatkah?
Berdasarkan simulasi data pemasukan Ibu Linda tersebut berarti wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.
Zakat: 2,5% x Rp. 160.000.000,- = Rp. 4.000.000,-

Mengenai beasiswa, untuk lebih jelasnya. Menurut ulama pemberian zakat dalam bentuk beasiswa sangat diperbolehkan/dianjurkan dalam Islam. Tetapi mereka bukan famili/saudara (keponakan)kita sendiri, Sebab Rasul menjelaskan zakat itu tidak bisa diberikan kepada keluarga sendiri (apalagi diberikan kepada orang tua sendiri). Namun kewajiban kita untuk membantu saudara kita dengan infak/sedekah diberikan kepada mereka yang sedang kekurangan terutama biaya sekolah. Islam memerintahkan untuk membantu sesama manusia terutama yang terdekat. Firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (QS. At-Tahrim (66): 6)

Jadi, sekali lagi zakat tidak bisa untuk keluarga kita sendiri. Zakat hanya diberikan kepada mereka yang berhak (mustahik zakat) bukan sanak famili kita bisa berupa beasiswa. Bahkan pemberian beasiswa dikategorikan oleh para ulama sebagai mustahik zakat yaitu Ibnu sabil.

Yang dimaksud ibnu sabil adalah musafir, orang yang bepergian jauh, yang kehabisan bekal. Pada saat itu, ia sangat membutuhkan belanja bagi keperluan hidupnya. Ia berhak mendapatkan bagian zakat sekadar keperluan yang dibutuhkan sebagai bekal dalam perjalanannya sampai tempat yang dituju. (Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, tt: 15) Sesuai dengan perkembangan zaman, dana zakat ibnu sabil dapat disalurkan antara lain untuk keperluan : beasiswa bagi pelajar mahasiswa yang kurang mampu, mereka yang belajar jauh dari kampung halaman, mereka yang kehabisan atau kekurangan belanja, penyediaan sarana pemondokan yang murah bagi musafir muslim atau asrama pelajar dan mahasiswa. Pada awalnya, ibnu sabil dipahami sebagai orang yang kehabisan biaya di perjalanan ke suatu tempat bukan untuk tujuan berbuat maksiat. Penerima zakat pada kelompok ini disebabkan oleh ketidakmampuan yang bersifat sementara, karenanya mereka diperbolehkan menerima bantuan zakat meskipun di tempat asalnya mereka adalah orang yang mampu.

Namun secara periodik dan kondisional, pengertian tentang ibnu sabil menjadi lebih kompleks. Dalam konteks ini zakat dapat diberikan kepada penuntut ilmu yang berada jauh dari keluarganya, atau para pengungsi yang terusir dari tempat tinggalnya akibat kekacauan ekonomi dan politik. Selain itu zakat dapat juga diberikan kepada para tunawisma/anak jalanan yang terpaksa tidur dipinggir jalan karena tidak ada tempat yang dapat menaungi mereka, karena tujuan pemberian zakat pada kelompok ini adalah untuk mengayomi dan melindungi mereka yang terlantar.
Islam memberikan perhatian kepada orang yang terlantar di manapun dan kapanpun. Seseorang yang menderita dalam perjalanannya tetapi ia tidak dapat menggunakan hartanya karena jauh dari rumahnya ia memerlukan bantuan untuk menyempurnakan perjalanannya yang bukan tujuan-tujuan yang diharamkan.

Demikian semoga dapat dipahami dan mudah-mudahan kita termasuk orang yang mengeluarkan zakat. Amin. Waallahu A’lam. (MZ)

0

Laporan Keuangan UPZ 2008-2010


Klik pada gambar untuk memperbesar

0

Zakat Dinegri Orang



Pertanyaan:

Assalamu'alaykum wr. wb.

Menurut ulama zakat sangat dianjurkan ditunaikan ditempat mereka tinggal. Adapun memindahkan zakat dari satu daerah/negri ke daerah/negri lain itu boleh, jika penduduk daerah zakat itu tidak memerlukannya (tidak ada mustahiknya)

Jawaban:

Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Saudara Adin yang baik.

Menurut Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili hendaknya zakat diberikan di tempat mereka tinggal. Sebagaimana dalam kaidah umum menyatakan ” Hendaknya zakat dibagikan kepada masyarakat yang ada di antara mereka”. Rasulullah bersabda: ”Ambillah zakat dari orang-orang kaya mereka dan berikanlah kepada orang-orang fakir di antara mereka”. (HR. Bukhori)

Kalau ada seorang yang mencari rizkinya di negeri orang sebaiknya menunaikan zakat di tempat mereka bekerja dan diperbolehkan memberikan zakat di negeri orang tersebut. Tetapi jika orang tersebut bekerja di dalam negeri kemudian memberikannya di luar negeri dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Jumhur ulama umumnya melarang pendistribusian zakat dari satu daerah/negeri ke daerah /negeri lain atau tidak diperkenankan memindahkan zakat ke tempat lain. Mazhab hanafi, Syafii, Maliki dan hanbali menjelaskan zakat harus dibagikan di tempat harta kekayaan diambil.

Hanya saja Mazhab Maliki berpendapat bahwa apabila daerah/negara lain lebih membutuhkan maka zakat boleh dipindah. Imam Malik berpendapat tidak boleh memindahkan zakat kecuali bila di suatu daerah penduduknya memerlukannya dengan toleransi jarak pembagian zakat ke daerah lain itu sejauh radius di bawah jarak qashar shalat (masafatulqasr) yaitu 89 km. Sebab zakat hanya diberikan di tempat itu juga.

Mazhab Hambali juga menjelaskan tidak boleh memindahkan zakat dari daerah dikeluarkannya zakat itu ke daerah lain kecuali sejauh perjalanan yang diperbolehkan shalat qashar (89 km) dan wajib membagi zakat itu di daerah wajib zakat atau daerah yang berdekatan sampai sejauh kurang dari masafatulqasr. Hal ini berbeda di mana Syafi’i berpendapat bila tidak didapati mustahik zakat di sebuah negara, maka zakat boleh dipindah ke negara terdekat. Hal ini pernah dipraktekkan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Azis.


Berdasarkan Fatwa Simposim Yayasan Zakat Internasional II, Tentang Zakat Kontemporer yang diselenggarakan di Kuwait pada tanggal 11 Zulkaidah 1409 H. bertepatan dengan 4/6/1989 M menjelaskan pada dasarnya penyaluran zakat dilakukan kepada mustahik di tempat pemungutannya sendiri, kemudian baru ditransfer ke luar daerah pemungutan bila masih terdapat kelebihan, kecuali dalam masa-masa paceklik dan bencana yang dapat ditransfer sesuai urutan prioritas yang paling membutuhkan, Simposium memutuskan hal-hal sbb :

Pertama : Pada dasarnya zakat disalurkan kepada mustahik di tempat pemungutannya sendiri, bukan di tempat domisili si wajib zakat, namun boleh mentransfer zakat ke tempat lain bila ternyata ada kepentingan legal yang lebih utama.
Di antara kondisi yang membolehkan mentransfer tersebut adalah :
a. Mentransfernya ke medan perang sabilillah
b. Mentransfernya ke yayasan dakwah, pendidikan, kesehatan yang merupakan salah satu mustahik yang delapan.
c. Mentransfernya ke daerah-daerah kaum muslimin yang terlanda bahaya kelaparan dan bencana alam.
d. Mentransfernya kepada keluarga si wajib zakat.


Kedua : Mentransfer zakat ke luar tempat pemungutannya di luar kondisi di atas, bukan berarti zakatnya tidak sah, akan tetapi makruh selama diberikan kepada salah satu mustahik yang delapan.

Ketiga : Yang dimaksud dengan tempat pemungutan zakat adalah kampung pemungutannya termasuk kampung yang terdapat di sekelilingnya, distrik dan wilayah yang kurang dari 75 Km (jarak boleh mengkasar salat) karena dianggap masih satu daerah.


Keempat : Tempat pemungutan zakat fitrah adalah tempat si wajib zakat, karena zakat fitrah adalah zakat badan.

Dengan demikian, Syaikh Fauzan menjelaskan hukum distribusi zakat ke daerah lain ada dua pandangan ulama:
Pandangan Pertama: Tidak boleh.

Tidak boleh memindahkan harta zakat dari satu negeri ke negeri lain lebih jauh dari jarak safar yang diperkenankan melakukan qashar shalat, yaitu 88,7 km, kurang-lebih. Dalilnya adalah hadits Muadz bin Jabal ketika beliau diutus oleh Rasulullah ke Yaman. Diantara isi sabda Rasulullah adalah: Maka, jika mereka sudah mentaatimu dalam hal tersebut (syahadatain dan shalat), maka ajarkanlah bahwa Allah mewajibkan zakat kepada mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir diantara mereka.Kata Orang Fakir diantara mereka, maksudnya adalah orang fakir yang ada di Yaman. Juga, maksud dari zakat adalah mencukupkan pemenuhan kebutuhan para fakir-miskin, jika boleh memindahkan harta zakat kepada negeri lain, tentu akan banyak orang fakir yang tidak tercukupi pemenuhan kebutuhannya di Yaman.

Pandangan Kedua: Boleh demi mashlahat yang kuat. Misalnya kerabat yang miskin di negeri lain atau penuntut ilmu, orang-orang yang membutuhkan, dan lain-lain.

Pandangan kedua inilah lebih besar manfaatnya jika di sebuah negeri tidak ditemukan fakir dan miskin maka diperbolehkan mendistribusikan ke daerah/negeri lain. Kebolehan memindahkan harta zakat ke negeri lain tentu jika ada mashlahat syar'iy. Hal ini berdasarkan keumuman ayat Allah: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk para fakir, miskin ....” (QS. At-Taubah (9): 60) Maksudnya adalah orang fakir dan miskin di setiap tempat .


Para ulama fiqih sepakat boleh memindahkan zakat kepada mustahik dari daerah lain sekiranya penduduk daerah orang yang mengeluarkan (muzakki) tidak lagi memerlukan zakat itu. Jika penduduk daerah zakat itu sendiri memerlukan maka zakat tidak boleh dipindah. Akan tetapi jika penduduk di tempat orang yang berzakat itu sendiri memerlukan, janganlah zakat dipindah ke daerah lain, karena tujuan zakat itu ialah memberi kekayaan fakir miskin daerah itu. Sebab akan berakibat negatif di mana di daerah semula masih ada fakir miskin dan daerah lainnya fakir miskin hilang atau berkurang dengan demikian tujuan zakat kurang berhasil.


Dari keterangan diatas dapat kita pahami bahwa memberikan zakat bagi faqir-miskin pada desa yang berdekatan dengan desa tempat usaha kita dibolehkan. Sebahagian Ulama memilih diperbolehkan pemindahan zakat. Menurut Ibnu Makharamah boleh memindahkan zakat untuk daerah yang dekat. Pendapat ini juga didukung oleh Imam al-rauyani, Al-Khathabi dan sebagian ulama.


Al-hasil, menurut ulama zakat sangat dianjurkan ditunaikan ditempat mereka tinggal. Adapun memindahkan zakat dari satu daerah/negri ke daerah/negri lain itu boleh, jika penduduk daerah zakat itu tidak memerlukannya (tidak ada mustahiknya), demikian disebutkan dalam Fikhussunnah jilid I halaman 408.

Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.

Muhammad Zen, MA

0

Orang Kaya yang Dicintai Allah SWT


Masih banyak kalangan yang berpendapat, bahwa orang Islam tidaklah perlu menjadi orang yang kaya. Karena hakikat kekayaan yang sesungguhnya akan diraih oleh orang-orang yang beriman nanti di akhirat. Pendapat ini mungkin yang mengakibatkan, banyak di kalangan umat Islam yang kurang bergairah ketika bekerja serta berusaha dalam mencari rezeki.

Padahal kita sama-sama mengetahui, bahwa zakat hanya mungkin bisa dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai harta, demikian pula infak dan sedekah. Juga ibadah haji hanya mungkin bisa dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya. Dan salah satu kemampuan yang menonjol adalah kemampuan dalam bidang materi, harta, dan kekayaan yang tercermin dari kemampuan membayar BPH (biaya perjalanan haji).

Sesungguhnya kalau kita melihat ajaran Islam, kita akan mengetahui bahwa pendapat tersebut (orang Islam tidak perlu menjadi orang yang kaya) kurang beralasan. Memang, jika harta didapatkan dengan cara-cara yang tidak benar, haram, dzalim, dan tidak sesuai dengan tuntunan ajaran Islam, jelas hal tersebut dilarang. Umat Islam haruslah menjauhinya. Karena harta yang didapatkan dengan cara-cara demikian akan mengakibatkan terhambatnya doa untuk dikabulkan dan akan terhalang pula ibadah untuk diterima oleh Allah SWT.

Sedangkan apabila harta itu didapatkan dengan cara-cara yang baik, dengan usaha yang sungguh-sungguh, tidak melalui cara-cara yang batil; tidak korupsi misalnya, maka harta itu adalah merupakan suatu nikmat sekaligus sarana ibadah kepada Allah, dan untuk membangun kwalitas umat, kita perlu membangun institusi pendidikan, kesehatan (rumah sakit), dan kepentingan lainnya.

Rasulullah SAW menyatakan dalam sebuah hadits: "Sesungguhnya Allah SWT sangat mencintai hamba-Nya yang bertaqwa lagi kaya, yang menyembunyikan simbol-simbol kekayaannya." Yang dimaksud dengan menyembunyikan simbol-simbol kekayaannya, adalah dia berpenampilan sederhana, tidak berlebih-lebihan (bersahaja) seperti orang biasa. Tetapi dia kelihatan kaya, ketika dia berinfak dan mensedekahkan hartanya pada jalan Allah, untuk perjuangan dan kemajuan agama Islam.

Misalnya sahabat Ustman bin Affan yang terkenal kaya, tetapi dalam penampilan kesehariannya, tidak berbeda dengan yang lainnya. Namun ketika dia diperintahkan untuk berinfak dan bersedekah, dia menginfakkan seratus ekor untanya (kalau dirupiahkan + 2 miliar) untuk kepentingan perjuangan dan kemajuan agama Islam, demikian pula sahabat-sahabat Nabi yang lainnya.

Itulah orang-orang kaya yang dicintai oleh Allah. Orang kaya yang bertakwa, yang kekayaannya tidak sekadar dinikmati untuk dirinya sendiri, tetapi ia rela, sadar, dan sungguh-sungguh ketika hartanya diberikan serta dipergunakan untuk masyarakat secara lebih luas. Kita sangat mendambakan lahirnya orang-orang kaya yang bertaqwa, yang sederhana yang peduli terhadap kaum dhuafa yang ada disekitarnya.

Oleh: Prof. DR. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc.
Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional, Ketua STEI SEBI